BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut H.M.N Purwosutjipta, hukum dagang adalah hukum yang mengatur maslah atau perniagaan yaitu maslaah yang timbul karena tingkah laku manusia (person) dalam perdagangan/perniagaan.
Seperti yang kita ketahui bahwa hukum dagang terletak dalam lapangan perusahaan. Hukum Dagang adalah merupakan bagian kecil dari seluruh Ilmu Hukum yang ada dan Hukum Dagang sebenarnya juga merupakan bagian dari Hukum Perdata yang terletak pada buku ke III (tentang perjanjian). Kedudukan hukum dagang adalah khusus- umum dalam KUHPerdata.
persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. persaingan melawan hukum adalah melanggar norma-norma sopan santun dalam lalu lintas perusahaan demi menjatuhkan perusahaan lawan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah kegiatan-kegiatan persaingan curang?
2. Bagaimana Dampak Hukum Pelaku Persaingan Curang?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Persaingan Melawan Hukum
Bila beberapa orang pengusaha dalam bidang perusahaan yang sama, bersama-sama berusaha dalam daerah operasi yang sama pula maka masing-masing dari mereka akan berusaha sekeras-kerasnya, melebihi lainnya, untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Dalam hal ini terjadilah persaingan antara para pengusaha itu. Pada umumnya persaingan adalah baik, sebab dapat mempergiat usaha menambah hasil produksi dan memperlancar distribusi dan akhirnya tidak hanya menguntungkan bagi pengusaha, tetapi juga menguntungkan bagi konsumen, masyarakat, bangsa dan Negara. Tetapi bila persaingan sudah samapai suatu keadaan, dimana pengusaha yang satu berusaha menjatuhkan lawannya dengan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, yaitu melanggar norma-norma sopan santun dalam lalu lintas perusahaan, maka persaingan itu lalu menjadi persaingan melawan hukum.
B. Persaingan Curang
Manusia adalah makhluk sosial. Artinya manusia cenderung hidup berkelompok dan saling berinteraksi dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan sosial ini, ada norma etika dan di atas norma etika ada norma hukum. Dalam norma etika tidak ada sanksi, namun dalam norma hukum ada sanksi bagi pelanggarnya. Begitu pula dalam urusan bisnis dalam masyarakat, di situpun ada norma etika dan norma hukum. Bagi seorang pebisnis yang baik, tidak boleh melanggar norma etika dan norma hukum. Dan bila ia melanggar norma hukum akan di hukum sesuai peraturan hukum yang ada. Salah satu norma yang melanggar hukum, adalah melakukan perbuatan bisnis curang atau sering disebut praktik mal-bisnis. Praktik mal-bisnis, adalah semua perbuatan bisnis yang tidak baik, menyimpang dan terlarang yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Istilah mal-bisnis dikenal pula dengan istilah persaingan curang, persaingan melawan hukum, persaingan yang tidak sehat atau persaingan yang tidak seharusnya. Dalam bahasa Inggris disebut Unfair Competition, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal istilah Onrechmatige Mededinging.
Terlepas dari istilah apapun yang digunakan, istilah ini digunakan sebagai pengertian persaingan yang pada umumnya, artinya tidak jujur. Persaingan curang atau mal-bisnis dapat terjadi bila seorang pengusaha dalam usaha menarik langganan atau memperluas penjualan atau pemasaran dengan mengunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam pergaulan ekonomi. Yang dimaksud oleh persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
C. Kegiatan Persaingan Curang.
1. Monopoli
Monopoli adalah pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan. Kata “ monopoli “ berasal dari kata Yunani yang berarti “ penjual tunggal “. Disamping itu istilah monopoli sering disebut juga “Antitrust” untuk pengertian yang sepandan dengan istilah “ antimonopoli “ atau istilah “dominasi” yang dipakai oleh masyarakat Eropa yang artinya sepadan dengan arti istilah “ monopoli “ dikekuatan pasar. Dalam praktek keempat istilah tersebut yaitu istilah monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling ditukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut di pergunakan untuk menunjukan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi atau produk subtitusi yang potensial dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan pasar.
2. Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam suatu pasar komoditas. Kondisi monosopni sering terjadi di daerah – daerah perkebunan dan industry sehingga posisi tawar-menawar dalam harga bagi petani adalah nonsen.
3. Penguasaan pasar
Penguasaan pasar merupakan proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar yang berupa:
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan.
b. Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan.
c. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persengkongkolan Jahat
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb:
1.) Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
2.) Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan
3.) Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.
Persekongkolan menurut UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memiliki 3 pengertian , yaitu :
a. Persekongkolan untuk mengatur pemenang tender. Undang-undang Anti Monopoli melarang setiap persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain dengan tujuan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang suatu tender. Hal tersebut jelas merupakan perbuatan curang dan tidak fair terutama bagi peserta tender lainnya. Sebab, sudah lazim dalam istilah “tender” bahwa pemenangnya tidak dapat diatur-atur, melainkan siapa yang melakukan penawaran yang terbaik dialah yang menang. Karena itu, perbuatan persekongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender dapat mengakibatkan terjadinya suatu persaingan usaha yang tidak sehat.
Menurut Penjelasan Pasal 22 dari Undang-undang Anti Monopoli, yang dimaksudkan dengan tender dalam hal ini adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan suatu jasa.
b. Persekongkolan untuk memperoleh rahasia perusahaan Sebagaimana diketahui bahwa yang namanya “rahasia perusahaan” adalah property dari perusahaan yang bersangkutan. Karenanya tidak boleh dicuri, dibuka atau dipergunakan oleh orang lain tanpa seijin pihak perusahaan yang bersangkutan. Ini adalah prinsip hukum bisnis yang sudah berlaku secara universal.
Karena itu pula, Undang-undang Anti Monopoli dilarang terhadap tindakan persekongkolan antara seorang pelaku usaha dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan. Karena hal tersebut dianggap dapat mengakibatkan terjadinya suatu pesaingan usaha tidak sehat.
Larangan bersekongkol mendapatkan rahasia perusahaan dalam Pasal 23 tersebut menekankan kepada rahasia perusahaan tersebut. Artinya apabila dapat dibuktikan ada rahasia perusahaan yang didapati secara bersekongkol, maka larangan oleh pasal pasal tersebut sudah dapat diterapkan, karena “demi hukum” telah dianggap adnya suatu persaingan usaha tidak sehat, tanpa perlu harus dibuktitikan lagi persaingan usasha tidak sehat tersebut.
c. Persekongkolan untuk menghambat pasokan produk. Salah satu strategi tidak sehat dalam berbisnis adalah dengan berupaya agar produk-produk dari si pesaing menjadi tidak baik dari segi mutu, jumlah atau ketetapan waktu ketersedianya atau waktu yang telah di persyaratkan.
D. Perjanjian Yang Di Larang
1) Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian sbb:
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
- Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
- Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
- Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan
- Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
2) Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain .
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
3) Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan atau peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
4) Oligopsoni
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
5) Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok
b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
c. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
E. Dampak Hukum Pelaku Persaingan Curang
1. Dampak Hukum Bagi Pelaku Usaha
Dampak hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha yang telah melakukan pelanggaran terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah berupa sanksi. Dimana sanksi tersebut dapat berupa :
a. Sanksi Administratif
Berdasarkan pasal 47 UU No 5 Tahun 1999, maka KPPU berhak untuk menjatuhkan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut dapat berupa :
1) Penetapan pembatalan perjanjian yang telah dibuat oleh para pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 sampai apsal 13, pasal 15 dan pasal 16.
2) Perintah kepada usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam pasal 14; dan atau
3) Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
4) Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
5) Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 28; dan atau
6) Penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
7) Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
b. Sanksi Pidana
Selain sanksi administratif , Hukum antimonopoli juga menyediakan sanksi pidana. Dimana saknsi pidana tersebut dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1) Sanksi Pidana Dalam UU No 5 Tahun 1999 yang terbagi menjadi 2 kategori sanksi lagi, yaitu :
2) Sanksi pidana pokok yang terdapat dalam pasal 48 UU No 5 Tahun 1999, yang berbunyi :
I. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 14, pasal 16 sampai dengan pasal 19, pasal 25, pasal 27, dan pasal 28 diancam pidana serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 (seratus miliar rupiah ), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
II. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal 15, pasal 20 sampai dengan pasal 24,dan pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 ( dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (limi) bulan.
III. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan
Indonesia, UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pasal 48
Indonesia, UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pasal 48
3) Sanksi Pidana Tambahan yang terdapat dalam pasal 49 UU No 5 tahun 1999 yang berbunyi :
i. Pencabulan ijin usaha; atau
ii. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang kurangnya dua tahun dan selama lamanya lima tahun
iii. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
iv. Sanksi pidana dalam KUH Pidana. Selain sanksi pidana yang terdapat didalam UU No 5 tahun 1999 , maka ada pula sanksi pidana yang diatur dalam KUHP , yang terdapat dalam pasal 382 yang berbunyi : “ barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah.
F. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
KPPU adalah sebuah lembaga yang mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999. Tugas dan wewenang KPPU antara lain:
- Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha
- Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha / tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
- Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi
- Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
- Menerima laporan dari masyarakat/pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
- Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha/tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktik monopoli / persaingan usaha tidak sehat
- Melakukan penyelidikan/ pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli/ persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya
- Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
- Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi
- Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
Prosedur Pemeriksaan perkara oleh KPPU Secara ringkas dapat dikatakan bahwa keseluruhan prosedur penanganan perkara oleh KPPU adalah sebagai berikut :
1. Laporan kepada komisi pengawas
Laporan yang diajukan kepada KPPU dapat terbagi menjadi 3 yaitu :
i. Laporan pihak ketiga yang mengetahui terjadinya pelanggaran atau laporan dari pihak yang merasa dirugikan. ( Pasal 38 UU No 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat )
ii. Atas inisiatif sendiri dan Komisi Pengawas tanpa adanya laporan ( pasal 40 UU No 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat )
2. Pemeriksaan Pendahuluan
Apabila terdapat laporan tentang dugaan pelanggaran Undang Undang Antimonopoli, maka KPPU berkewajiban untuk memeriksa dugaan tersebut untuk mengetahui apakah perkara tersebut dapat diproses ke tingkat yang lebih lanjut atau tidak. Waktu yang diberikan dalam proses pemeriksaan tersebut adalah 30 hari setelah penerimaan laporan. Dalam proses ini, apakah KPPU dapat menemukan suatu permasalahan yang timbul sebagaimana yang dilarang dalam UU No 5 Tahun 1999, apabila ditemukan , maka dapat dilanjutkan ke pemeriksaan selanjutnya. Dalam tahap pemeriksaan pendahuluan, KPPU dapat mengadirkan saksi apabila dianggap perlu. ( pasal 39 Ayat 4 ).
3. Pemeriksaan lanjutan
Pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan oleh KPPU , apabila terdapat suatu bentuk bukti permulaan dalam pemeriksaan pendahuluan tentang dugaan pelanggaran yang terjadi pada pelaku usaha. Waktu pemeriksaan lanjutan yang dilakukan oleh KPPU adalah 60 hari ( pasal 43 ayat 1 )dan bilama pemeriksaan tersebut belum terselesaikan , maka akan diberi waktu selama 30 hari ( Pasal 43 ayat 3 ).
4. Putusan komisi
Setelah melewati pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan , maka KPPU harus memberikan keputusan yang menyatakan bahwa apakah pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran bersalah atau tidak.
5. Pelaksaan Putusan
Setelah putusan komisi telah ditetapkan , maka KPPU dapat melakukan atas sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku usaha yang melakukan palanggaran. Sanksi yang diberikan oleh KPPU dapat berupa sanksi administrtif , sanksi pidana pokok dan sanksi pidana tambahan. Hal tersebut tergantung jenis pelanggaran yang dilanggar oleh pelaku usaha.
6. Pengajuan Keberatan
Pengajuan keberatan terhadap putusan KPPU,dapat diajukan oleh para pelaku usaha yang kurang puas terhadap putusan KPPU tersebut. Pengajuan keberatan tersebut diajukan melalui pengadilan negeri (pasal 45 ). Pengadilan negeri harus dapat memberikan keputusan terhadap keberatan yang diajukan oleh pelaku usaha dalam waktu 30 hari. Setelah keputusan telah ditetapkan oleh Pengadilan negeri , maka terdapat 2 pilihan lagi bagi pelaku usaha , yaitu melaksanakan putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri ( eksekusi putusan ) atau mengajukan keberatan ke tingkat Makhamah Agung / kasasi. Pada tingkat ini Makhamah Agung harus memberikan putusan selama 30 hari sejak permohonan kasasi diterima ( pasal 45 ayat 4 ) dan keputusan tersebut merupakan keputusan yang berkekuatan hukum tetap. ( pasal 46 ayat 1 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar